BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pada bab ini akan dibahas bermacam-macam hadits yang
dilihat dari sumber berita,dari siapa berita itu dimunculkan pertama kali
terdapat 3macam, yaitu marfu’ mauquf dan maqthu’. Secara umum, jika sumber
berita itu berasal dari Allahh dinamakan hadits qudsi, jika sumber berita
datangnya dari Nabi disebut hadits marfu’, jika datangnya sumber berita
itu dari thabi’in disebut maqthu’.
Sumber berita utama itu tidak dapat
menentukan keshahihan suatu hadits sekalipun datangnya dari Allah atau Nabi,
karena tinjauan kualitas shahih, hasan, dha’if tidak hanya dilihat dari segi
sumber berita akan tetapi dilihat dari sifat-sifat maqthu’ tidak mutlak
keshahihannya, terkadang shahih, hasan, dan dha’if.
Hadis adalah perkataan,
perbuatan dan taqrir Rasulullah saw terhadap sesuatu hal /
perbuatan sahabat yang diketahuinya. Hadis merupakan sumber syari’at Islam yang
nilai kebenarannya bersifat pasti (qoth’i) kebenarannya sebagaimana Al
Qur’an, karena juga berasal dari tuntunan wahyu. Firman Allah swt: “(dan)
Tiadalah yang diucapkannya (oleh Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS.An-Najm:
3-4)
Menurut Prof. Dr. H. A. Athaillah, M.Ag, sabda Nabi
Muhammad saw tidak akan melampaui sifatnya sebagai kata-kata dan ucapan-ucapan
manusia, tidaklah mengherankan jika kata-kata dan ucapan manusia terkadang
terdapat beberapa persamaan antara yang satu dengan yang lainnya. Itulah sebabnya, kita kadang-kadang sulit membedakan antara sabda Nabi
dengan tutur kata Ali bin Thalib atau tutur kata sahabat-sahabat yang lain.
Apabila kita mendengar sebuah hadis dibacakan, sulit
bagi kita menerka apakah hadis itu marfu’ (sampai kepada Nabi saw) ataukah
mauquf (terhenti sampai pada sahabat) ataukah maqthu’ (terputus hingga sampai
tabi’in saja). Kita baru bisa membedakannya kalau kita
mengetahui sampai di mana sanad-sanadnya berakhir.
Demikian pula kita sering terkecoh ketika mendengar
untaian kata-kata indah, sehingga dengan terburu-buru menyebutnya sebagai sabda
Nabi, padahal sebenarnya hanyalah ucapan dari seorang pujangga Arab. Misalnya saja, banyak orang yang salah
dalam menerka untaian kata berikut: “Perut itu sarangnya penyakit,
penjagaan adalah pangkal segala obat dan biasakanlah setiap tubuh itu dengan kebiasaannya.”
Di antara orang yang
mendengar untaian kata ini tidak sedikit yang menduganya adalah sabda
Rasulullah saw, padahal sebenarnya hanyalah ucapan dari seorang dokter Arab
yang bernama Kildah. Contoh lain lagi adalah
kata-kata hikmah yang berbunyi: “Siapa saja yang telah mengenal
dirinya, maka sungguh ia telah mengenal Tuhannya.” Ada sebagian orang
terutama dari kalangan sufi yang mengatakan kata hikmah tersebut sahih dari
Nabi saw, padahal bukan.
Di sisi lain, sebagian orang
kebingungan melihat jumlah pembagian hadis yang banyak Perlengkapan beragam. Namun kebingungan itu
kemudian menjadi hilang setelah mempelajari pembagian hadis yang ternyata
dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya dari
satu segi pandangan saja.
Salah satu kajian pembagian hadis yaitu hadis dilihat dari segi sumber
berita atau menurut sandarannya (dari siapa berita itu dimunculkan pertama
kali) dibagi menjadi empat macam, yaitu hadis qudsi, hadis marfu’, hadis
mauquf, dan hadis maqthu’. Makalah ini akan membahas
mengenai dua hadis terakhir tersebut.
Secara terperinci maupun lebih jelasnya
akan dijelaskan dibawah ini .
B. RUMUSAN
MASALAH
a.
Apa pengertian hadits marfu’
mauquf ataupun maqthu’?
b.
Pembagian hadits marfu’
mauquf ataupun maqthu’?
c.
Contoh-contoh hadits marfu’
mauquf ataupun maqthu’?
C. TUJUAN
a.
Mengerti dan mampu
menjelaskan hadits marfu’ mauquf ataupun
maqthu’?
b.
Dapat menunjukkan
pembagian hadits marfu’ mauquf ataupun maqthu’?
c.
Dapat menunjukkan
contoh-contoh hadits marfu’ mauquf
ataupun maqthu’?
BAB II
PEMBAHASAN
HADITS MARFU’ HADITS MAUQUF DAN
HADITS MAQTHU’
1. HADITS MARFU’
A. DEFINISI
a. Menurut bahasa :
Merupakan isim maf’ul dari kata kerja فعل , yang merupakan lawan dari kata
wadla’a. [1]
Disebut seperti ini karena dinisbahkan kepada pemilik kedudukan tinggi, yaitu
Nabi Muhammad Saw. Marfu’ menurut bahasa “yang diangkat” atau “yang ditinggikan”, ialah lawan kata makhfudh.[2]
b. Menurut istilah : Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik
berupa perkataan , perbuatan, taqriri maupun sifatnya.
Hadits marfu’ adalah perkataan, perbuatan,
atau taqrir yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik sanad hadits tersebut
bersambung-sambung atau terputus, baik yang menyandarkan hadits itu sahabat
maupun lainnya.[3]
B. PENJELASAN
Yaitu
sesuatu yang dinisbahkan atau disandarkan kepada Nabi saw, perbuatan, taqrir
ataupun sifatnya; baik yang menyandarkannya itu dari kalangan sahabat
ataupun bukan; baik sanadnya muttashil
(bersambung) ataupun munqathi’ (terputus); tercakup di dalam hadist
marfu’ adalah hadist maushul, mursal,
muttashil, dan munqathi’. Definisi ini mengecualikan berita yang tidak
disandarkan kepada Nabi misalnya yang disandarkan kepada para sahabat yang
nantinya disebut hadist mauquf, atau yang disandarkan kepada Thabi’in yang
disebut dengan hadist maqthu’.
C.
CONTOH HADIST MARFU’
a.
Contoh marfu’ qauli
:
Jika seorang sahabat atau yang lain
mengatakan :
<<قا
ل رسول ا لله ص.م كذا ....>>
قا ل رسو ل الله صلي ا لله عليه وسلم : ا ن ا لمؤ من للمؤ من كا لبنييا ن يشد بعد ه
بعضا
Artinya
:
Telah
bersabda Rasulullah Saw. : Sesungguhnya
orang yang beriman itu terhadap sesamanya, sama dengan keadaan batu, tembok, satu dengan yang lain
saling mengikat. (HR. Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)
b.
Contoh hadis marfu’
fi’li
Jika sahabat atau seseorang yang lain
mengatakan :
<<فعل
رسول ا لله
ص.م : كذا....>>
كا ن ا لنبي صل ا لله عليه و سلم
يسوي صفو فنا , اذا قمنا الى ا لصلا
ة فإ ذا استوينا كبر
Artinya:
Bahwa Nabi Saw, membetulkan
shaf-shaf kami apabila kami akan shalat. Maka setelah shaf itu lurus, barulah
Nabi bertakbir.
c.
Contoh hadis marfu’
at-Taqriri )persetujuan Nabi
)
Jika sahabat atau
seseorang yang lain mengatakan :
<< فعل بحضرة النبي ص.ع كذا
....>>
كنا نصلي ر كعتين بعد غرو ب
الشمس و كا ن ر سول الله صلى الله عليه وسلم
يرا نا ولم يأ مر نا ولم
ينهنا
Artinya:
Bahwa kami (para sahabat) bersembahyang dua
rakaat setelah terbenamnya matahari (sebelum shalat Maghrib). Rasulullah
melihat pekerjaan kami itu, beliau tidak menyuruh kami dan tidak mencegahnya.
(HR. Muslim)
d.
Contoh
marfu’ al-washfi :
Jika sahabat atau
seseorang yang lain mengatakan :
<< كا ن ر سول االله صلى الله عليه وسلم أحسن ا لنا س خلقا ....>>
Artinya :
‘Rasulullah Saw adalah
sebaik-baiknya manusia yang berakhlak’.
2. HADITS MAUQUF
A. DEFENISI
a.
Menurut bahasa : Merupakan isim maf’ul dari kata al-waqfu
; seolah-olah si rawi menghentikan hadits hanya sampai sahabat dan sisa rantai
sanadnya tidak berurutan.[4]
Mauquf menurut bahasa waqaf = berhenti atau stop. Di dalam
Al-Qur’an terdapat tanda-tanda waqaf yang harus dipatuhi oleh si pembacanya.
Mauquf adalah barang yang dihentikan atau diwaqafkan.
b.
Menurut istilah : Sesuatu
yang disandarkan kepada sahabat, baik itu perkataan, perbuatan maupun taqrir.[5]
Menurut pengertian istilah ulama’ hadist, ialah :
ما اضيف إلى الصحا بي من قول
او فعل او نحو ذلك متصلا كا ن او منقطعا
Artinya :
Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat,
baik dari pekerjaan, perkataan, dan persetujuan, baik bersambung sanadnya
maupun terputus.
Jadi sandaran hadist ini hanya sampai kepada sahabat tidak
sampai kepada Nabi Saw. Jelasnya, hadist ini perkataan seorang sahabat atau
perbuatan dan persetujuannya.
Menurut fuqaha Khurrasan menyebut mauquf dengat atsar,sedangkan
hadist marfu’ dengan Khabar. Muhadditsun berpendapat semuanya
diberi nama atsar karena dipahami dari arti kata atsar itu
sendiri yakni periwayatan. [6]
B. PENJELASAN
Yaitu sesuatu yang
dinisbahkan kepada sahabat atau kelompok sahabat, baik yang disandarkan itu
berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir, baik sanadnya itu muttashil ataupun
munqathi’.
C. CONTOH HADITS
MAUQUF
a.
Contoh mauquf qauli
(perkataan)
قا ل علي بن أبي طا لب رضي ا
لله عنه : حد ثوا النا س بما يعر فون , أتريد و ن أن يكذ ب ا لله و ر سو له ؟
Perkataan Rawi : ‘Berkata Ali bin Abi
Thalib ra, ‘Ceritakanlah kepada manusia apa yang mereka ketahui. Apakah kalian
ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?[7]
b.
Contoh Mauquf fi’li
(perbuatan)
و أم ابن عبا س وهو متيمم
Artinya :
Dan Ummu Abbas sedangkan ia bertayamum.
(HR. Al-Bukhari)[8]
c.
Contoh Mauquf
taqriri (persetujuan)
Seperti perkataan sebagian
Thabi’in:
فعلت كذا أما م أحد الصحا بة ولم ينكر علي
Artinya
:
Aku
melakukan begini di hadapan salah seorang sahabat dan ia tidak mengingkariku.
D. HUKUM MAUQUF
Sebagian ulama memasukkan hadits
mauquf ke dalam hadist dha’if. Hadits mauquf sama dengan hadits marfu’ yakni
ada yang shahih , hasan, dan dha’if. Walaupun mauquf shahih pada mulanya tidak
dapat dijadikan hujjah, karena ia hanya perkataan atau perbuatan sahabat
semata. Tetapi jika diperkuat olehh sebagian hadits sekalipun dha’if ia dapat dijadikan hujjah.
E. HADITS MAUQUF
DINILAI MARFU’
a.
Jika seorang perawi
menegaskan beberapa kata ketika menyebut nama sahabat yaitu; ير فعه = Ia marfu’kan hadits
kepada Nabi, atau ينميه = Ia dibangsakan kepada
Nabi, atau يبلغ به
ا لنبي = Ia sampaikan kepada Nabi
dengan riwayat itu , atau ر وا ية = Ia diberitakan secara
riwayat dari Nabi. Misalnya :
حد يث ا لأ عرج عن أبي هريرة رواية : تقا تلون قوما صغا ر الأعين
Artinya :
Hadits Al-A’raj dari Abu Hurairah secara
riwayat (dari Nabi) : “Engkau perangi kaum yang kecil-kecil matanya (hina) .”
(HR. Al-Bukhari)
b.
Perkataan seorang sahabat; أ مر نا بكذا = Kami
diperintah begini, atau نهينا عن كذا
= Kami dilarang dari begini,
atau من السنة كذا = Di antara
sunnah begini.
Misalnya, perkataan sebagian sahabat :
أمر بلا ل أن يشفع الأذا ن ويوتر الأقامة
Artinya :
Bilal diperintah menggenapkan (kalimat)
Adzan dan mengganjilkan (kalimat) iqamat. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
c.
Sahabatmemberitakan, bahwa
mereka berkata demikian atau melakukan begini atau mereka tidak melihat bahaya
apa-apa. Maka hukumnya ada dua kemungkinan :
-
Jika disandarkan pada masa
Nabi Saw menurut pendapat yang shahih dihukumi marfu’, seperti
perkataan Jabir ra.
كناا نعزل على عهد ا لنهي
صصلى ا لله عليه وسلم و القر ان ينزل ولو كا ن شيأ ينهى عنه لنها نا عنه القر أن
Artinya :
Kami pernah ‘azl pada masa Rasulullah sedang masih turun. Jikalau
hal itu sesuatu yang dilarang tentu Al-Qur’an melarang kami. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
-
Jika tidak disandarkan kepada Nabi
Saw, jumhur berpendapat mauquf. Seperti perkataan Jabir ra.:
كنااذا صعد نا واذا نزلنا
سبحنا
Artinya :
Kami ketika naik membaca takbir dan ketika turun membaca tasbih.
(HR. Al-Bukhari)
d.
Perkataan sahabat yang bukan di
wilayah ijtihad, dan tidak ada kaitan dengan penjelasan etimologis atau
penjelasan gharib (kalimat asing yang sulit dikenal maknanya).[9] Misalnya
:
-
Pemberitahuan tentang peristiwa yang
telah lewat, seperti tentang kejadian makhluk.
-
Pemberitahuan tentang hal-hal yang
akan terjadi, seperti peperangan, fitnah, dan keadaan hari kiamat.
-
Pemberitahuan tentang pahala dan
siksaan khusus bagi suatu perbuatan, misalnya, perkataan sahabat : barang siapa
yang melakukan begini mendapat pahala begini.
e.
Perbuatan sahabat yang bukan di
wilayah ijtihad, seperti shalatnya Ali pada shalat gerhana matahari setiap
raka’at lebih dari dua ruku’.
f.
Penafsiran sahabat yang berkaitan
dengan sebab nuzulnya suatu ayat, seperti perkataan Jabir ra. :
كا
نت اليهود تقول : من اتى امر أته من د برها في قبلها
جاء الولد أحوال " فأ نزل الله تعا لى " نسا ؤكم حرث لكم ......
Artinya :
Orang
Yahudi berkata: barang siapa mendatangi istrinya dari belakang pada jalan
depan, maka anaknya jereng matanya. Kemudian turut ayat : Wanita-wanita
(istri-istri) kamu bagaikan ladang bagimu.......(HR. Muslim)
3.
HADITS
MAQTHU’
A. DEFENISI
a.
Menurut bahasa : Merupakan isim maf’ul dari kata qatha’ yang merupakan
lawan dari washala.
Kata maqthu’
berasal dari akar kata قطع يقطع قطعا قا طع و مقطو ع berarti terpotong atau terputus lawan dari mawshul yang berarti
bersambung.[10]
Kata terputus di sini berarti tidak sampai kepada Nabi Saw, hanya sampai kepada
Thabi’in saja.
b.
Menurut istilah :
ما أضضيف الي التا بعي أو من دونه من
قول أو فعل
Artinya : Adalah sesuatu yang disandarkan
kepada seorang Thabi’in atau orang setelahnya, baik dari perkataan atau
perbuatan.
B. PENJELASAN
Yaitu sesuatu yang dinisbahkan atau
disandarkan kepada thabi’in atau tabi’at-tabi’in selainnya baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Hadits maqthu’ itu berbeda dengan hadits munqathi’
.Maqthu’ itu pada sifat matannya, sedangkan munqathi’ pada sifat sanadnya.
Hadits maqthu’ merupakan ucapan tabi’in atau yang selainnya, yang sanadnya
bersambung kepada tabi’in. Berbeda dengan munqathi’, yang sanad haditsnya tidak
bersambung, dan tidak ada hubungannya dengan matan.
C. CONTOH HADITS
MAQTHU’
a.
Hadits maqthu’ qauli
Perkataan Hasan al-Bashri tentang
shalat di belakang ahli bid’ah :
صل وعليه بد عته
Artinya : “Shalatlah dan bid’ahnya atasnya.”
(HR. Bukhari)
b.
Hadits maqthu’ fi’li
Perkataan Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir :
كا ن مسروق يرخي الستر بينه وبين أ هله, و يقبل على صلا ته و يخليهمم
ود نيا هم
Artinya :
Masruq
memanjangkan selimut antara dia dan istrinya menerima shalatnya, bersunyi dari
mereka dan dunia mereka.
D. KEHUJAHAN
MAQTHU’
Hadits maqthu’ tidak dapat dijadikan hujjah
dalam hukum syara’ sekalipun shahih, karena ia bukan yang datang dari Nabi Saw.
Dia hanya perkataan atau perbuatan sebagian atau salah seorang umat islam.
Tetapi jika di sana ada bukti kuat yang menunjukkan kemarfu’annya, maka
dihukumi marfu’ mursal.
E. KITAB-KITAB
HADITS MAUQUF DAN MAQTHU’
1.
Mushannaf Abi Syaybah
2.
Mushannaf ‘Abd Ar-Razzaq
3.
Tafsir Ibn Jarir, Ibn
Hatim, dan Ibn Al-Mundzir.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hadits marfu’ adalah perkataan, perbuatan,
atau taqrir yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik sanad hadits tersebut
bersambung-sambung atau terputus, baik yang menyandarkan hadits itu sahabat
maupun lainnya.
Hadits Mauquf adalah sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat, baik dari pekerjaan, perkataan, dan persetujuan, baik bersambung
sanadnya maupun terputus.
Hadits Maqthu’ adalah
sesuatu yang disandarkan kepada seorang Thabi’in atau orang setelahnya, baik
dari perkataan atau perbuatan.
Hadits marfu’ dibagi menjadi 4, yakni : hadits marfu’ qauli, fi’li, taqriri, dan
washfi. Hadits mauquf dibagi menjadi 3,
yakni : hadits mauquf qauli, fi,li dan taqriri. Sedangkan hadits maqthu’ ada dua jenis yakni hadits maqthu’ fi’li dan
maqthu’ qauli.
B.
KRITIK DAN SARAN
Demikianlah
makalah ini penulis uraikan, apabila
terdapat kesalahan, hendaknya memberikan kritik dan sarannya agar pembuatan
makalah penulis bisa lebih baik lagi. Dan diharapkan dengan adanya makalah ini
pembaca dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Hadits marfu’ mauquf dan
maqthu’.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Solahudin, M. Agus. 2008. Ulumul
Hadits. Bandung : Pustaka Setia
Dr. H. Khon, Abdul Majid. 2008. Ulumul Hadits.
Jakarta : Amzah
Dr. Thahan, Mahmud.2009.Ilmu Hadits Praktis. Bogor : Pustaka
Thariqul Izzah
[1] Dr.
Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2009. Hlm. 161
[2] Dr. H.
Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul Hadits,
Jakarta: Amzah, 2008. Hlm. 222
[3] Drs. M.
Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc, M.Ag, Ulumul Hadis, Bandung :
Pustaka Setia, 2008 hlm.155
[4] Dr. H.
Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul Hadits,
Jakarta: Amzah, 2008. Hlm. 227
[5]
Ath-Thahhan. Ibid. Hlm.107
[6]
Ath-Thahan, Taysir Mushthalah AL-Hadits, hlm.
107-108.
[7] HR.
Bukhari
[8] Hr.
Bukhari dalam bab tentang Tayamum., juz I/82
[9] Dr. H.
Abdul Majid Khon, M.Ag.ibid. Hlm. 230
[10] Dr. H.
Abdul Majid Khon, M.Ag.ibid. Hlm. 231